Dika, Mahasiswa Kedokteran yang Hafiz 30 Juz, Kemampuan Ngaji yang Pas-pasan Jadi Motivasi

Dika Rifky Fernanda (19) tak hanya pintar. Mahasiswa jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran di Universitas Islam Bandung (Unisba) ini juga hafiz Alquran. Hafalannya sudah 30 juz. Ditemui di kampus Unisba, Jalan Tamansari, Bandung, pekan lalu, Dika mengaku menjadi hafiz Alquran adalah cita-citanya sejak remaja. Namun, kata Dika, ia sama sekali tak pernah menyangka bahwa cita-citanya menjadi hafiz atau menghafal Alquran bisa terlaksana.Bahkan, karena Dika Rifky Fernanda melalui masa sekolah dasarnya di SD umum, bukan madrasah ibtidaiah atau di sekolah dasar Islam, kemampuan mengajinya saat menginjak remaja benar-benar pas-pasan. “Tapi, justru itulah yang kemudian menjadi motivasi saya, awalnya karena hanya ingin bisa mengaji dengan lancar,” ujar Dika.
Oleh karena itulah, setelah lulus SD, didukung orang tuanya, Dika memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di pondok pesantren. Selama enam tahun Dika menyelesaikan pendidikan madrasah tsanawiah dan aliah di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Kabupaten Kuningan. Namun, karena baru masuk pesantren di kelas 7, kemampuan mengaji dan pengetahuan agama Dika tertinggal jauh dari teman-temannya.Saat itu, di antara teman-temannya sudah ada yang hafal 1-2 juz, sementara pada saat itu Dika baru mampu menghafal sampai surat Al Maun.
“Mungkin hanya tiga halaman dari juz 30, itu pun dengan keadaan mengaji saya masih belum fasih dan terlalu lancar itu juga,” ujarnya.Namun, dari sanalah motivasi Dika untuk belajar semakin menguat. Selama setahun, ia fokuskan untuk belajar tahsin agar dapat mengaji dengan baik dan benar. Semakin lancar mengaji, Dika pun bertekad untuk menghafal Alquran.Dika Rifky Fernanda mengatakan, di pondok pesantren tempat ia belajar, seorang santri kelas 8 sudah dibebani kewajiban untuk menghafal juz ke-29.Di sana, juga ada program kelas khusus bagi para penghafal Alquran, yakni Takhosus. Namun, agar dapat masuk kelas khusus ini, para santri harus mengikuti seleksi, yang salah satunya adalah sudah seberapa banyak santri yang ikut seleksi memiliki hafalan Alquran.
Karena hafalannya masih di bawah satu juz, Dika pun terpaksa menunda keinginannya untuk ikut seleksi kelas khusus itu. Namun, sambil menunggu, Dika terus berusaha menghafal. Lulus tsanawiah, hafalan Dika sudah mencapai dua juz. Masuk ke jenjang aliah, tekad Dika untuk menjadi penghafal Alquran ternyata tak padam. Alih-alih padam, tekad itu justru semakin kuat. Dika pun berinisiatif menghafal Alquran lebih dari apa yang diwajibkan pondoknya.Untuk memuluskan cita-citanya, Dika bahkan memanfaatkan libur sekolah selama sebulan untuk mengikuti pondok karantina Alquran di daerah Cibulan, Kabupaten Kuningan. Di karantina inilah, ia bisa menambah hafalannya hingga dua juz.”Padahal targetnya bisa tambah hafalan hingga 10 juz. Sebab, teman-teman di karantina, banyak yang bisa menghafal 5-8 juz hanya dalam dua minggu,” ujanya.
Karena masih penasaran untuk masuk seleksi program Takhosus, pada kelas 2 aliah, Dika kembali mencoba ikut, tapi kembali gagal. “Mungkin Allah belum menghendaki, atau mungkin Allah memberikan jalan lain yang lebih indah,” ujarnya. Tak berlarut atas kegagalannya, Dika pun lantas berinisiatif sendiri menghafal juz-juz lainnya. Apalagi ada persyaratan di pondok bahwa untuk tingkat aliah, para santri minimal harus hafal 5 juz, yakni juz 26 sampai juz 30.

Written by 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *